'Wuss'... 'Wuss'... Angin laut di perairan Selat Sunda sejuk menerpa wajah Wita, yang tengah asyik melepas pandangannya ke laut lepas. Wita menarik nafas panjang dan tersenyum, terbayang sudah wajah Papa dan Mama yang menantinya di rumah...
Pemandangan indah di tengah laut, juga sepasang lumba-lumba yang terus menemani sepanjang perjalanan Wita di dalam kapal ferry yang ditumpanginya, membuat Wita sejenak terlupakan akan kepenatannya bekerja '8 haours a day', dan juga hiruk pikuknya dan hingar bingarnya sang Ibukota...
Papa memang benar, sesekali pergi berlibur ke kota kelahiran Papa, memang sangat menyenangkan. Sudah terbayang di benak Wita, makan durian Lampung yang ranum dan harum. Eehhmm...buahnya yang tebal dan bijinya yang kecil, sangat terasa
kenikmatannya sampai ke ujung-ujung jari...Lebih nikmat dibandingkan 'durian monthong' import yang sering dibanggakan teman-teman kantorku...
Ferry mulai merapat di pelabuhan Bakauheuni. Wita bersiap turun dari dek menuju parkiran mobil di bawah. Tak jauh dari tangga tempat Wita akan turun, terdengar suara tawa 'cekakak-cekikik' dan juga obrolan genit beberapa anak muda. Suara itu semakin lama semakin dekat, dan 'uppps', Wita berpegang erat pada pegangan tangga.
Hampir saja tubuh Wita terpelanting jatuh ke bawah. Kelompok anak-anak muda tadi telah menyerobot langkah Wita menuruni tangga menuju parkiran mobil. Tak ada kata 'maaf' apalagi rasa menyesal dari mereka. Wita hampir saja mengeluarkan kata-kata makian kepada mereka, tapi ia urungkan. Pikir Wita, buat apa aku marah-marah, hanya membuang-buang energi. Jelas-jelas mereka sudah tidak waras, terlebih bau alkohol yang Wita cium sewaktu mereka melewatinya. Kasihan anak-anak itu, batin Wita...
Hujan rintik mulai membasahi kaca mobil. Wita perlahan mengendarai 'accord' putih tahun '85, melalui jalan yang mulai menurun memasuki wilayah 'Kalianda'. Hujan yang mulai deras tidak mengurangi pemandangan indah sepanjang jalan. Deretan gunung kapur di sisi jalan, dan juga ombak yang bergulung menerpa pantai pasir putih. Sungguh, betapa indah anugerah-Nya, yang hanya bisa terlihat oleh mata-mata yang tahu bagaimana bersyukur kepada-Nya...
Asyik Wita menikmati pemandangan di sepanjang jalan, sampai pada satu sisi, Wita melihat kerumunan orang-orang. Jalan di depan terlihat macet. Wita menurunkan kaca jendela, berusaha mencari tahu, ada apakah gerangan??
"Ada tabrakan, Kak" itu yang terdengar oleh Wita. Hhmm, kecelakaan memang sering terjadi di sepanjang jalan lintas Sumatera ini, terlebih bila cuaca kurang mendukung seperti sekarang ini. Hati- hati dan kesabaran, hanya itu jawaban dalam situasi seperti ini.
Pelan-pelan Wita berusaha melanjutkan perjalanan, namun sepertinya kendaraan-kendaraan yang ada di depannya seperti terhenti. Tampak beberapa pemuda menghentikan beberapa mobil yang ada di depannya, dan juga mobil Wita.
"Kak, maaf...Mau minta tolong mengangkut para korban ke Rumah Sakit terdekat...Apakah bersedia??" Wita agak ragu, tapi hatinya terpanggil untuk bisa membantu. "Berapa orang korbannya? Mobil saya sepertinya tidak bisa memuat banyak orang..."
"Korbannya sebenarnya ada 5 orang ,Kak. Semuanya tewas dan sepertinya di mobil Kakak cukup satu korban saja. Korban yang perempuan saja ya Kak..."
'Inna lillahi wa Inna Ilaihi Roojii'uun...' Wita mengangguk, keluar dari mobil dan mempersiapkan jok belakang dengan alas. Beberapa pemuda menganagkat sesosok mayat perempuan, dan siap memasukkannya ke dalam mobil. Darah segar mengalir deras dari luka-luka di sekujur tubuh perempuan berkulit putih dan bertubuh molek itu. Wajahnya ditutupi robekan kertas koran, tapi sewaktu akan dimasukkan ke dalam mobil, tutup koran itu tersibak...
'Astaghfirulloh...' Wita terperanjat. Wajah itu, wajah itu sama dengan wajah perempuan yang di ferry tadi!! Ya, perempuan itulah yang tadi bersama keempat teman pemudanya, 'cekakak-cekikik' dan menabrak Wita di tangga.
Wita tak mampu mengeluarkan kata-kata, tapi hatinya sedih sekaligus bersyukur. Betapa usia manusia tak pernah bisa diterka. Betapa manusia amat sangat kecil dan penuh ketidakmampuan. Betapa manusia dengan segala ketidakpunyaannya dan ketidaksiapannya, akan kembali pulang ke sisi-Nya.
Siapa yang mengira, bahwa masa depan yang sesungguhnya adalah 5 menit di depan mata kita?
Dan buat Wita, ia tak ingin masa depannya 'berawal' seperti perempuan itu....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar