“Astaghfirullah…!!”, tiba-tiba saja aku terjaga dari tidurku…
Seperti ada sesuatu yang bergelayut di kakiku. Malam ini terasa sangat dingin dan hening.
Ku lihat jam di mejaku menunjukkan pukul sebelas malam, aku teringat Ayah..
Bergegas aku berlari ke kamar Ayah yang berada di seberang kamarku, kudapati disana Ibunda, kakak, dan adikku. Tak lama kakak iparku pun turun dari lantai dua, setelah selesai menidurkan buah hati mereka rupanya…
Ayah…ku lihat Ayah masih terbaring di tempat tidurnya, tertidur dengan pulas…
Ya, sudah dua minggu ini kami selalu terjaga menemani Ayah…Kami tak ingin lengah mendampingi beliau, walaupun beliau tertidur, kami harus tetap terjaga…Kami mengatur jadwal kami untuk bergantian menjaga Ayah. Selama dua minggu ini juga, kami senantiasa membaca surat Al Baqarah dari awal sampai akhir tanpa putus, setelah sholat maghrib berjamaah. Kami ingin hati Ayah menjadi tenang mendengarkan ayat-ayat suci yang kami kumandangkan…
Masih terngiang di telinga kami pesan dokter Ana, dokter yang selama dua puluh lima hari merawat dan memimpin tim medis yang menangani penyakit Ayah…
“Ibu, sabar ya… sebaiknya kita menuruti permintaan Bapak. Secara medis penyakit Bapak sudah sulit sekali disembuhkan. Apa yang selama ini kami lakukan sebatas mengurangi rasa sakit yang Bapak derita saja…dan, pengalaman kami yang sudah-sudah, penderita kanker ganas seperti yang Bapak derita hanya bertahan dua minggu setelah pulang dari rumah sakit……”
Dua puluh lima hari Ayahku dirawat di rumah sakit. Dan selama hari-hari itu, Ibundaku selalu menemani beliau, selalu di samping beliau, tak pernah beranjak sedetikpun dari sisi beliau…Bunda ingin menyempurnakan tugasnya sebagai seorang isteri, mendampingi Ayah bahkan di saat-saat yang paling sulit dan menyakitkan..Bundalah yang memandikan Ayah, membimbing Ayah sholat sampai Ayah tertidur di dalam sholatnya…, menyuapi Ayah makan, membacakan ayat-ayat suci Qur-an, dan banyak hal lainnya..yang bagi kami anak-anaknya, cerminan sepasang suami-isteri yang utuh…
Selama Ayah dirawat, banyak kerabat dan sanak saudara menjenguk. Semua tak bisa menyembunyikan rasa sedih dan terharu, melihat Ayah dan Bunda yang penuh kesabaran dan keikhlasan menjalani semuanya…Dokter-dokter yang merawat Ayahpun pernah berkata, “Kami salut Bu dengan Bapak. Pengalaman kami, pasien lain yang sakitnya sama dengan Bapak, pasti sudah menjerit-jerit dan berteriak-teriak kesakitan,..tapi, Bapak kelihatannya tidak kesakitan, tenang-tenang saja…Sabar sekali Bapak ya Bu…”
Ya, itulah Ayah…tak pernah beliau mengeluh tentang sakitnya..Paling-paling, Ayah memanggilku dan memintaku mengusap-usap punggung beliau. Pernah aku bertanya,”Yah, emangnya sakit Ayah nggak kerasa sakit ya?Ayah kok kalem banget sich?” Ayah Cuma tersenyum, dan bilang, “Buat apa mengeluh Nak..Ini semua caranya Allah untuk menghapus dosa-dosa Ayah yang sudah terlalu banyak…Ini belum seberapa…Kalau Ayah mengeluh, Ayah tidak akan dapat apa-apa……” Subhanallah..,betapa tegarnya Ayahku…
“Uurgh…” Aku terhentak dari lamunanku, suara apa itu? Ternyata Ayah mengorok…Tak lama Ayah pun terbangun, beliau mengatakan sesuatu, begitu keras tapi tak jelas, bahkan terdengar seperti gumaman!! Bunda terlihat pucat, bibirnya kelu tak bisa berkata apa-apa. Kakak dan adikku juga pucat dan terlihat panik. Kakak iparku, dia malah berlinang air mata…
Aku, aku diam dan berpikir. Segera ku ambil Al Qur-an, aku duduk di samping Ayah dan kubacakan surat Yasin di telinga kanan Ayah. Bundaku tak kuasa menyembunyikan rasa paniknya, beliau terlihat bolak-balik kamar mandi…Tak lama, ku dengar suara paman-pamanku, kakak dan adik Bundaku, telah berada di rumah kami. Rupanya kakakku yang memberitahu mereka tentang kondisi Ayah saat ini…
Sesaat setelah aku menyelesaikan bacaanku, kubisikkan di telinga Ayah, “Ayah, ikutin Ina ya, La Ilaha illallah…” belum selesai aku berbisik, Ayah langsung terbangun dari tidurnya dan berucap dengan lantangnya, “La ilaha illallah Muhammadarasulullah!!!”, setelah itu Ayahpun tertidur kembali, tak sadarkan diri. Kami semua yang ada di kamar Ayah tercengang, bulu kuduk kami pun berdiri mendengarnya…Kami bersyukur, Ayah yang sepertinya sudah tidak dapat berkata-kata dengan jelas lagi, tetapi, saat mengucapkan lafadz tauhid, begitu jelas dan tegas… Dan tak terasa airmataku mulai berlinang…Alhamdulillah…Sesungguhnya hanya Engkau yang kuasa ya Allah…
Jam di dinding menunjukkan pukul satu dini hari lebih tiga puluh menit. Bunda, kedua pamanku, kakak iparku dan aku terus mengamati Ayah. Sementara kakak dan adikku menuruti permintaan Bunda untuk menjemput pak kyai. Ku lihat Ayah masih tertidur. Suasana malam ini sangat tenang dan lengang, dingin menggigit sampai ke tulang-tulang. Sayup-sayup aku dengar suara ayam jago berkokok di kejauhan…Tiba-tiba, Ayah yang tertidur seperti terbangun….Kedua kaki beliau terangkat, lurus, seiring kepala dan punggung beliau juga terangkat. Kening beliau berkeringat, tetapi kedua mata beliau tetap terpejam. Ku dengar nafas Ayah tersengal-sengal dengan cepat, dan “Hhh!”, Ayah menghembuskan nafasnya dengan kencang, seiring seluruh tubuh beliau terhempas kembali ke atas ranjangnya…
Aku terhentak, Bunda dan kakak iparku menangis dan menjerit memanggil nama Ayah, kedua pamanku tercengang tanpa kata. Aku bangun dari sisi Ayah, aku mencari cermin di meja Ayah, tak ada…Aku berlari ke kamarku dan mengambil cermin di mejaku…Pelan-pelan ku hampiri Ayah, ku dekatkan cermin di hidung Ayah, tak ada uap ataupun embun di cermin…Apakah Ayah..???
"Ayah…Ayah… Ayah….!.”, tak ada jawaban, tak ada gerakan, hening…, sunyi…, dingin…
Ayah telah pergi, meninggalkan kami…..Ayah telah pulang, kembali ke sisi Nya…..
Tak lama, kakak dan adikku tiba bersama pak kyai dan teman-temannya. Kakak dan adikku tak kuasa menahan tangis mereka. Berlari mereka menghampiri Ayah dan memeluk Ayah…
Perlahan ku hapus air mataku, ku peluk Bunda dan kakak iparku..
“Bunda, Kak, sudah jangan sedih …kita harus tabah dan ikhlas…Insya Allah ini yang terbaik buat Ayah dan buat kita semua…”
Selamat Jalan Ayah, seiring doa kami panjatkan…
“Ya Allah Yang Maha Penerima Tobat dan Maha Pengampun…
Ampunilah dosa-dosa Ayahku…
Terimalah segala amal dan ibadah Ayahku…
Dan tempatkanlah Ayahku disisi-Mu,
Di tempat, sebaik-baiknya tempat kembali... di surga-Mu…”
Seperti ada sesuatu yang bergelayut di kakiku. Malam ini terasa sangat dingin dan hening.
Ku lihat jam di mejaku menunjukkan pukul sebelas malam, aku teringat Ayah..
Bergegas aku berlari ke kamar Ayah yang berada di seberang kamarku, kudapati disana Ibunda, kakak, dan adikku. Tak lama kakak iparku pun turun dari lantai dua, setelah selesai menidurkan buah hati mereka rupanya…
Ayah…ku lihat Ayah masih terbaring di tempat tidurnya, tertidur dengan pulas…
Ya, sudah dua minggu ini kami selalu terjaga menemani Ayah…Kami tak ingin lengah mendampingi beliau, walaupun beliau tertidur, kami harus tetap terjaga…Kami mengatur jadwal kami untuk bergantian menjaga Ayah. Selama dua minggu ini juga, kami senantiasa membaca surat Al Baqarah dari awal sampai akhir tanpa putus, setelah sholat maghrib berjamaah. Kami ingin hati Ayah menjadi tenang mendengarkan ayat-ayat suci yang kami kumandangkan…
Masih terngiang di telinga kami pesan dokter Ana, dokter yang selama dua puluh lima hari merawat dan memimpin tim medis yang menangani penyakit Ayah…
“Ibu, sabar ya… sebaiknya kita menuruti permintaan Bapak. Secara medis penyakit Bapak sudah sulit sekali disembuhkan. Apa yang selama ini kami lakukan sebatas mengurangi rasa sakit yang Bapak derita saja…dan, pengalaman kami yang sudah-sudah, penderita kanker ganas seperti yang Bapak derita hanya bertahan dua minggu setelah pulang dari rumah sakit……”
Dua puluh lima hari Ayahku dirawat di rumah sakit. Dan selama hari-hari itu, Ibundaku selalu menemani beliau, selalu di samping beliau, tak pernah beranjak sedetikpun dari sisi beliau…Bunda ingin menyempurnakan tugasnya sebagai seorang isteri, mendampingi Ayah bahkan di saat-saat yang paling sulit dan menyakitkan..Bundalah yang memandikan Ayah, membimbing Ayah sholat sampai Ayah tertidur di dalam sholatnya…, menyuapi Ayah makan, membacakan ayat-ayat suci Qur-an, dan banyak hal lainnya..yang bagi kami anak-anaknya, cerminan sepasang suami-isteri yang utuh…
Selama Ayah dirawat, banyak kerabat dan sanak saudara menjenguk. Semua tak bisa menyembunyikan rasa sedih dan terharu, melihat Ayah dan Bunda yang penuh kesabaran dan keikhlasan menjalani semuanya…Dokter-dokter yang merawat Ayahpun pernah berkata, “Kami salut Bu dengan Bapak. Pengalaman kami, pasien lain yang sakitnya sama dengan Bapak, pasti sudah menjerit-jerit dan berteriak-teriak kesakitan,..tapi, Bapak kelihatannya tidak kesakitan, tenang-tenang saja…Sabar sekali Bapak ya Bu…”
Ya, itulah Ayah…tak pernah beliau mengeluh tentang sakitnya..Paling-paling, Ayah memanggilku dan memintaku mengusap-usap punggung beliau. Pernah aku bertanya,”Yah, emangnya sakit Ayah nggak kerasa sakit ya?Ayah kok kalem banget sich?” Ayah Cuma tersenyum, dan bilang, “Buat apa mengeluh Nak..Ini semua caranya Allah untuk menghapus dosa-dosa Ayah yang sudah terlalu banyak…Ini belum seberapa…Kalau Ayah mengeluh, Ayah tidak akan dapat apa-apa……” Subhanallah..,betapa tegarnya Ayahku…
“Uurgh…” Aku terhentak dari lamunanku, suara apa itu? Ternyata Ayah mengorok…Tak lama Ayah pun terbangun, beliau mengatakan sesuatu, begitu keras tapi tak jelas, bahkan terdengar seperti gumaman!! Bunda terlihat pucat, bibirnya kelu tak bisa berkata apa-apa. Kakak dan adikku juga pucat dan terlihat panik. Kakak iparku, dia malah berlinang air mata…
Aku, aku diam dan berpikir. Segera ku ambil Al Qur-an, aku duduk di samping Ayah dan kubacakan surat Yasin di telinga kanan Ayah. Bundaku tak kuasa menyembunyikan rasa paniknya, beliau terlihat bolak-balik kamar mandi…Tak lama, ku dengar suara paman-pamanku, kakak dan adik Bundaku, telah berada di rumah kami. Rupanya kakakku yang memberitahu mereka tentang kondisi Ayah saat ini…
Sesaat setelah aku menyelesaikan bacaanku, kubisikkan di telinga Ayah, “Ayah, ikutin Ina ya, La Ilaha illallah…” belum selesai aku berbisik, Ayah langsung terbangun dari tidurnya dan berucap dengan lantangnya, “La ilaha illallah Muhammadarasulullah!!!”, setelah itu Ayahpun tertidur kembali, tak sadarkan diri. Kami semua yang ada di kamar Ayah tercengang, bulu kuduk kami pun berdiri mendengarnya…Kami bersyukur, Ayah yang sepertinya sudah tidak dapat berkata-kata dengan jelas lagi, tetapi, saat mengucapkan lafadz tauhid, begitu jelas dan tegas… Dan tak terasa airmataku mulai berlinang…Alhamdulillah…Sesungguhnya hanya Engkau yang kuasa ya Allah…
Jam di dinding menunjukkan pukul satu dini hari lebih tiga puluh menit. Bunda, kedua pamanku, kakak iparku dan aku terus mengamati Ayah. Sementara kakak dan adikku menuruti permintaan Bunda untuk menjemput pak kyai. Ku lihat Ayah masih tertidur. Suasana malam ini sangat tenang dan lengang, dingin menggigit sampai ke tulang-tulang. Sayup-sayup aku dengar suara ayam jago berkokok di kejauhan…Tiba-tiba, Ayah yang tertidur seperti terbangun….Kedua kaki beliau terangkat, lurus, seiring kepala dan punggung beliau juga terangkat. Kening beliau berkeringat, tetapi kedua mata beliau tetap terpejam. Ku dengar nafas Ayah tersengal-sengal dengan cepat, dan “Hhh!”, Ayah menghembuskan nafasnya dengan kencang, seiring seluruh tubuh beliau terhempas kembali ke atas ranjangnya…
Aku terhentak, Bunda dan kakak iparku menangis dan menjerit memanggil nama Ayah, kedua pamanku tercengang tanpa kata. Aku bangun dari sisi Ayah, aku mencari cermin di meja Ayah, tak ada…Aku berlari ke kamarku dan mengambil cermin di mejaku…Pelan-pelan ku hampiri Ayah, ku dekatkan cermin di hidung Ayah, tak ada uap ataupun embun di cermin…Apakah Ayah..???
"Ayah…Ayah… Ayah….!.”, tak ada jawaban, tak ada gerakan, hening…, sunyi…, dingin…
Ayah telah pergi, meninggalkan kami…..Ayah telah pulang, kembali ke sisi Nya…..
Tak lama, kakak dan adikku tiba bersama pak kyai dan teman-temannya. Kakak dan adikku tak kuasa menahan tangis mereka. Berlari mereka menghampiri Ayah dan memeluk Ayah…
Perlahan ku hapus air mataku, ku peluk Bunda dan kakak iparku..
“Bunda, Kak, sudah jangan sedih …kita harus tabah dan ikhlas…Insya Allah ini yang terbaik buat Ayah dan buat kita semua…”
Selamat Jalan Ayah, seiring doa kami panjatkan…
“Ya Allah Yang Maha Penerima Tobat dan Maha Pengampun…
Ampunilah dosa-dosa Ayahku…
Terimalah segala amal dan ibadah Ayahku…
Dan tempatkanlah Ayahku disisi-Mu,
Di tempat, sebaik-baiknya tempat kembali... di surga-Mu…”
4 komentar:
Umi...... daku makin terharu baca postingan umi ini....
tadi coba comment eh.. net nya error.. jadi ini comment yg kedua :-p
Peni ngga sempat lihat wajah bapak utk yg terakhir kali nya. Beliau "pergi" tanpa ada riwayat sakit sblm nya, bener2 Peni shock waktu itu. Tapi alhamdulillah kata Ibu, beliau pergi dg tenang, terus beristighfar hingga akhir hayat nya.
Semoga Allah mengampuni dosa ayah kita berdua ya.. Umi, Amin
amiiin... insya Alloh Bunda... :)
Bersyukurlah kita masih bisa terus berdoa dan beramal baik. Dan Alloh takkan pernah 'buta' atas segala amalan makhlukNya... :)
go to this web-site replica gucci handbags go replica gucci bags navigate to this site 7a replica bags wholesale
see this discover this info here why not look here dolabuy ysl see here now click to read
Posting Komentar