Lepas shubuh ketika aku bergegas membuka laptop dan melakukan pengajuan akun untuk mengikuti proses PPDB DKI 2020. Yah, putra kami yang ketiga, baru saja menyelesaikan pembelajarannya di jenjang sekolah menengah pertama. Masih jelas ku ingat bagaimana ia meyakinkan aku dan Abinya untuk memilih sekolah berasrama di sebuah Pondok Modern di wilayah luar Jakarta, sebuah sekolah yang memadukan kurikulum Nasional dan kurikulum Boarding, khususnya mencetak generasi penghafal Al Qur-an.
Ku amati dengan cermat laman situs PPDB DKI 2020. PPDB kali ini sungguh berbeda, terlebih di masa COVID 19 yang melanda, semua harus dilakukan secara daring. Sungguh berbeda dengan masa-masa putra pertama dan kedua kami, tiga dan enam tahun yang lalu. PPDB kali ini pun menawarkan begitu banyak pilihan dan jalur pendaftaran. Bagi para lulusan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP), mereka dapat melanjutkan ke tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Untuk pilihan jalur pun, antara SMA atau SMK terdapat banyak kemiripan, hanya berbeda pada jalur Zonasi dan RW Binaan, yang hanya terdapat pada jenjang SMA.
Setelah mendapatkan akun pendaftaran dan melakukan aktivasi akun, aku mulai melakukan pendaftaran putra ketiga kami melalui jalur prestasi non akademik pada jenjang SMA dengan bermodalkan sertifikat penghargaan Tahfidz tingkat Kabupaten. Walaupun putra kami juga memiliki penghargaan Lomba Rubic tingkat Provinsi, sayang kejuaraan ini bersifat eksibisi sehingga tidak memenuhi syarat untuk mengikuti jalur ini. Pada akhirnya, jalur prestasi non akademik ini tidak membuahkan hasil sesuai dengan harapan kami. Namun, hal ini tidak membuat kami putus harapan karena masih ada jalur-jalur lain yang bisa kami usahakan.
Sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, kami mencoba jalur lain yaitu jalur Zonasi sesuai dengan domisili kami di wilayah Jakarta Selatan. Jalur ini ternyata tidak memberikan harapan besar bagi kami, terlebih dengan persyaratan usia yang menjadi pertimbangan utama. Pada jalur ini, pupus sudah harapan putra kami untuk dapat melanjutkan pembelajarannya ke tingkat SMA Negeri. Ada getar kecewa yang mendalam dari putra kami yang dapat kami rasakan. Ada rasa ketidakadilan yang kami rasakan pada PPDB 2020 jalur Zonasi kali ini.
Kami coba memahami bahwa syarat usia yang menjadi pertimbangan utama adalah sebagai langkah Pemerintah menggugurkan kewajibannya memfasilitasi anak-anak Wajib Sekolah yang putus sekolah atau dengan alasan yang lainnya. Namun, di sisi yang lain, kami menjadi berpikir, bagaimana mungkin Pemerintah memfasilitasi Wajib Sekolah bagi yang usianya maksimal 21 tahun, tetapi dengan mengabaikan para siswa lulusan SMP yang usianya terbilang muda tetapi sudah sangat ingin melanjutkan sekolah mereka ke jenjang SMA. Lantas, bagaimana pula dengan keberlangsungan pembelajaran di tengah-tengah para siswa dengan rentang usia yang cukup jauh, ada yang usianya normal di rentang 15-16 tahun, dengan siswa yang usianya 18-21 tahun. Wow, ini tantangan luar biasa bagi semua pihak, baik bagi siswa itu sendiri, guru, sekolah, dan tentunya orang tua.
Boleh jadi, Pemerintah perlahan akan mulai menghilangkan sekolah-sekolah favorit. Artinya, semua sekolah negeri akan memiliki standar yang sama, baik untuk kualitas sarana dan prasarana, maupun untuk kualitas guru-gurunya. Dengan standar yang sama, semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk menikmati semua itu sesuai dengan domisili mereka. Namun, semua itu butuh waktu, karena tentunya jumlah sekolah negeri harus dapat memenuhi jumlah siswa yang akan bersekolah. Perlahan, persaingan di tingkat SMP, SMA dan SMK akan dihilangkan sehingga akan muncul yang namanya KOLABORASI. Bukan hal mudah, semua berproses, dan butuh waktu dan konsistensi. Setiap perubahan tentunya akan memberikan dampak, dan dampak terbesar pasti dirasakan oleh siswa. Jangan sampai perubahan ini hanya akan menimbulkan korban dari sistem pendidikan kita.
Lepas curahan kekecewaan dari putra kami, kami lanjutkan dengan diskusi serius tentang pilihan lain yang masih dapat kami usahakan. Setelah berdiskusi dengan kedua kakaknya, teman-temannya, dan berbagai informasi yang dikumpulkan, akhirnya putra kami memutuskan untuk mencoba jenjang SMK Negeri dengan jurusan Rekayasa Perangkat Lunak. Hampir larut malam ketika kami mendaftarkan putra kami ke jenjang SMK Negeri. Alhamdulillah, di hari terakhir, putra kami akhirnya diterima sebagai salah satu peserta didik di SMK Negeri 1 Jakarta atau yang terkenal dengan sebutan SMK BoeDoet, dengan jurusan Rekayasa Perangkat Lunak (RPL). SMK Negeri 1 Jakarta adalah SMK negeri tertua yang berlokasi di Jln. Boedi Oetomo, Jakarta Pusat. Oleh karena itu, nama SMK ini sering kali disebut dengan nama SMK Boedoet. SMK ini punya sejarah panjang yang bisa dibilang tak ada yang tidak tahu atau tak kenal dengan STM Boedoet? Yah, ada goresan suram tentang SMK ini, namun seiring waktu dengan perubahan nama STM menjadi SMK dan berbagai aturan ketat yang menyertai perubahan itu, SMK Negeri 1 Jakarta telah banyak mengalami perubahan positif. Prestasi demi prestasi telah diraihnya, dan semua terus berpacu dengan semakin canggihnya perubahan zaman dan teknologi.
Bagi kami, sungguh, sebuah pengalaman yang luar biasa di tahun ini, bagaimana perasaan kami begitu naik turun seperti sedang berada di dalam roller coaster. Semua yang terjadi pasti ada hikmahnya, sebagai pembelajaran hidup yang luar biasa. Sebuah pengalaman tentang PPDB dan BoeDoet.
Bismillah, satu perjalanan berakhir dan satu perjalanan lainnya baru dimulai.
Semoga dengan ridho-Nya, perjalanan ini memberikan semua yang terbaik dan terbarokah untuk kehidupan dunia akhirat mu...aamiin...π
Dengan bekal yang kamu miliki, jadilah yang terbaik dimanapun kamu berada...
#SMK Bisa! SMK Hebat!
#Sukses diraih bukan karena Dimana Kamu Belajar, tetapi Sukses diraih dengan Bagaimana Kamu Belajar.#